Selasa, November 04, 2008

menangis=>masa depan

jumat, 31 Oktober 2008 pukul 12.00
terik matahari yang menyengat kota jogja, semakin membuat penat hati dan suasana yang sejak pagi sebenarnya sudah tak nyaman…
ku ambil motor kaze yang terparkir di depan rumah, lalu ku nyalakan mesinya, yang kemudian ku gas perlahan kendaraan yang satu-satunya menjadi alat transportasi di keluargaku, yang setiap hari setia mengantarkan ku keliling jogja..

penat hati disiang itu, tak merubah laju kendaraan ini, yang setia diangka 60 km/jam. menangis dalam-dalam…menahan penat dan beratnya keadaan ku yang terkadang membuat ku terpaksa menitihkan sepercik air mata…
motor kaze kesayangan keluarga ku berhenti di sebuah kost di daerah taman siswa, yapz…untuk lebih detail bisa hub aku langsung…
hahahaha……

seusai dari kost itu, keadaan ku tak semakin membaik, ataupun tersenyum sedikit saja, untuk menikmati indahnya kehidupan ini, dan bersyukur kepada anugrah Tuhan. Aku malah murung, arah jalan pun jadi tak pasti, hanya satu yang teringat dalam benakku, yaitu sahabat baik ku, starbon…aku rindu “rujak ice cream” yang ada di dekat rumahnya, lalu aku menghubunginya untuk sejenak saja singgah dirumahnya, setidaknya aku ingin melepas penat. dan dia ada dirumah. aku datang dengan membawakan nya 2 bungkus “rujak ice cream” kesukaan kami. setelah beberapa saat berlalu dan rujak kesayangan kami telah habis, aku mulai bercerita tentang kepenatan ku…yang entah magnet apa darinya sehingga begitu nyamannya aku bercerita tentang duka yang sejak pagi membuat hari ini lebih panas dari panasnya kota jogja.

aku ingin seperti itu, menyusun sebuah skenario, yang pemeran utama adalah aku, kakakku dan adikku…dimana Tuhanlah yang menjadi produser, ibu yang menjadi sutradara, dan kami lakon utamanya, yang pastinya ada tetesan air mata ditengah hiruk pikuknya dunia yang menyempitkan langkah, bila kita tak tangguh untuk bersikap…namun akhir dari skenario itu adalah sesuatu yang lebih indah dari pada hari dimana kami lalui dengan tangisan…

aku tahu, aku salah, kesalahan itu aku sadari, aku berharap masih banyak waktu untuk ku memperbaiki kesalahan yang telah aku lakukan untuk asisten sutradara, dialah ayah, tak ada MOU yang kami buat untuk sebuah perbaikan kehidupan, yang terlalu sering ada adalah perselisihan pendapat, untuk memenangkan ego…

aku masih bersyukur sang sutradara terus mendampingi ku dalam proses pelaksanaan karya nya, yang akan buat dia bangga nantinya. dan dia begitu mengerti kekecewaan para aktor yang berperan dalam skenario ciptaan Tuhan ini, karena dialah kami mampu bersabar dalam tangisan yang akan membawa kami pada masa depan yang lebih baik…
aku hargai keberadaan beliau, karena dialah aku juga ada di dunia ini, dan darah dia mengalir dalam tubuhku, beberapa sifatnya pun aku miliki, tak mungkin aku tak mengakui keberadaan nya…

setidaknya, sejenak saja aku ingin terdiam dalam menyikapinya, karena aku mulai lelah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar